Ada salah satu cerita inspiratif yang saya baca beberapa tahun yang lalu. Kurang lebih seperti ini, cekidot:
Pada suatu masa, ada seorang tukang kayu yang yang telah bekerja pada
sebuah perusahaan selama puluhan tahun. Si bapak telah membuat ratusan
rumah yang indah bagi tiap pelanggan yang datang. Dia melakukan tugasnya
selalu dengan segenap hati. Sang bos, yang juga sahabatnya,
sangat sayang pada sang tukang kayu. Sang sahabat sudah menganggapnya
sebagai keluarganya sendiri dan dia tidak mau kehilangan bapak tersebut.
Tapi ada masa dimana seseorang butuh berhenti melakukan hal yang sama
dalam hidupnya. Termasuk bapak tukang kayu tersebut.
Akhirnya
pada suatu hari bapak tersebut mengatakan niatnya untuk beristirahat
pada sang sahabat. Sang sahabat termangu, mencoba menanyakan hal yang
membuat bapak tersebut berhenti. Dia menawarkan apa saja yang diminta
oleh sang tukang kayu. Namun hal itu tidak mengubah keputusan bapak
tukang kayu.
“Saya lelah.” Hanya itu jawabnya dengan senyum. Tidak ada permintaan apapun dari sang tukang kayu kepada sang sahabat.
Setelah mencoba berulang kali, sang sahabat menyerah. Akhirnya dia bisa
menerima keadaan tersebut. Namun satu hal yang diminta oleh sang
sahabat kepadanya, yaitu membuat sebuah rumah, untuk terakhir kalinya.
Bapak tukang kayu diam dan menimbang. Dengan segan dia lakukan
permintaan sang sahabat. Tak lama, jadilah sebuah rumah mungil seadanya.
Tanpa rasa dan ruh dari si pembuat rumah. Sang sahabat merasa senang
karena permintaannya dikabulkan oleh bapak tukang kayu. Bapak tukang
kayu pun merasa senang dan lega karena akhirnya dia tidak akan terganggu
lagi dengan hal yang sama, yang selalu dilakukannya selama puluhan
tahun.
Datanglah waktu memberikan kunci rumah tersebut pada
sang sahabat. Sang sahabat tersenyum dan berkata, “ambilah rumah itu
untukmu. Saya tidak bisa memberi sesuatu padamu dan kamu pun tidak
meminta sesuatu apapun padaku. Hanya ini yang bisa aku berikan.”
Bapak tukang kayu hanya terdiam dan menatap rumah tersebut, rasa
menyesal sedikit datang. “Seandainya saya membuat rumah itu dengan
segenap hati saya, pasti rumah itu akan lebih baik dan terasa hidup.”
Yea, penyesalan selalu datang belakangan. Sebuah status fesbuk teman
saya berbunyi “PENYESALAN itu selalu datang di akhir, kalau di depan
namanya PENDAFTARAN.” Bener juga, dimana-mana meja pendaftaran memang
adanya di depan, yang di belakang biasanya toilet atau lahan parkir
(malah dibahas??!).
Tapi seperti kata Craig David dalam lagunya Human;
“I'm only human
Of flesh and blood I'm made
I'm only human (what what?)
Born to make mistakes (tell me whatcha gonna do?”)
Bukanya mau memaklumi setiap kesalahan yang sudah ataupun yang pasti
akan dibuat, dengan sengaja ataupun tidak sengaja, tapi memang melakukan
kesalahan adalah sangat manusiawi. Bukankan kita pasti selalu
membayarnya setelah melakukan kesalahan? Entah dalam bentuk konsekuensi
logis dari tindakan kita, atau setidaknya rasa penyesalan yang datang
sudah merupakan ‘bayaran’ atas tindakan kita yang menyimpang.
Sebenarnya nilai moral dari cerita tersebut bukan cuma tentang
penyesalan yang membuntuti, tapi banyak lagi, tergantung mengambil sisi
yang mana.
Untuk saya itu merupakan alarm untuk bekerja secara
ikhlas dan jangan banyak mengeluh kurang ini kurang itu. Kerjakan
sajalah yang ada di depan mata. Enjoy every moment in this life, maka
semuanya akan lebih ringan. Kalau belum bisa, tetap mencoba. Try. Paling
kalau hasilnya ngaco, jadinya error. Bisa kitanya yang error, bisa
keadaannya jadi error karena keadaan psikis yang buruk, mood jadi
runtuh. Semua akan terasa buruk. Lolipop yang termanis pun akan terasa
terasi bila mood berada dalam titik terendah
Cerita tersebut
saya baca sekitar hampir delapan tahun yang lalu. Reminder yang bagus
ketika saya mulai ogah-ogahan untuk melakukan sesuatu yang saya tahu
jelas, hal tersebut baik untuk saya. Tapi ketika reminder itu lemah,
yang datang adalah Craig David yang selalu memaklumi keadaan.
Kamu pilih yang mana?
Have a nice day…….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar