Minggu, 29 Juli 2012

Kesalahan-kesalahan yang Tidak Perlu

Dalam teori membaca disebutkan ada lima macam-macam teknik membaca, antara lain; scanning atau memindai, skimming yang bertujuan untuk mengetahui gambaran ringkas isi sebuah buku, membaca untuk memahami, mengeja, dan mencatat. Lima teknik yang 'seharusnya' bisa membantu seorang pembaca yang buruk - macam saya - untuk memahami bacaan secara tepat dan menyeluruh. Tapi dalam kenyataannya, teori itu tidak saya pakai. Satu pun.

Satu-satunya sumber terlengkap yang bisa saya dapatkan tentang tujuan saya adalah Mbah Google. Bukan cuma peta, tapi juga persyaratan yang dibutuhkan untuk mendapatkan visa izin kerja. Semua informasi yang saya butuhkan ada disana dan dengan semangat, saya cetak informasi tersebut. Saya baca. Ralat. Bukan dibaca, tapi dibunyikan. Kemampuan membaca yang rendah plus informasi yang tersedia lebih banyak dalam bahasa Inggris - sementara kemampuan bahasa Inggris saya masih acak-acakan - membuat banyak info terlewat, akibatnya saya harus bolak balik membaca info tersebut dan mengartikannya satu-persatu. Sedikit buang waktu. Tapi mungkin dengan begitu kemungkinan info yang terlewat semakin sedikit.

Dalam situs itu disebutkan bahwa untuk membuat visa izin kerja, saya harus mempunyai surat kontrak kerja dan LMO (Labor Market Opinion) dari Kanada. Dua macam dokumen ini disediakan oleh pihak keluarga yang nantinya dikirim ke alamat tempat tinggal saya di Jakarta untuk nanti dilampirkan bersama dokumen lain saat pengajuan visa.

Agak lama juga proses pembuatan dokumen ini. Selama proses menunggu itu, ada dua tawaran kerja lain yang menggoda iman. Sempat berpikir untuk pindah ke lain hati (seperti lagu Kla Project), tapi saya urungkan. Selain karena tawaran yang pertama itu letaknya di negara teluk, yang dengan tanpa perimbangan langsung saya tolak dengan halus, host family yang di Kanada ini klik dengan hati saya - yah, semoga apa yang saya rasakan itu betul.

Tawaran kedua asalnya dari Eropa, Inggris tepatnya. Yang ini saya tidak tolak, tidak pula saya terima. Bukan saya jual mahal, tapi karena saya yakin pengirimnya adalah scammer. Bagaimana saya tahu? Mudah. Ratusan kali saya mendapat email muluk-muluk seperti itu sejak beberapa tahun lalu. Jadi buat apa dipertimbangkan? Permainkan sajalah atau ignore ignore - kata Farkhan Qureshi dalam Film 3 Idiots (film favorit saya - satu-satunya).

Ngomong-ngomong tentang scammer, ada seorang teman yang nyaris menjadi korban scammer.

Awalnya mereka berkenalan di tagged, lalu berlanjut ke YM. Sebenarnya kasus scammer sudah banyak kobannya. Ga Cuma orang asia, tapi bahkan di negeri Paman Sam. Dari sejarahnya sih scammer ini – yang saya maksud scammer ini Nigerian Sweetheart Scammers – asalnya dari negara-negara di Afrika, ga cuma di Nigeria, tapi sekarang pelakunya bukan hanya yang berkulit gelap, tapi juga yang berkulit putih atau pun coklat. Intinya: pelakunya bisa dari negara mana saja.

Soal scammer ini sudah banyak diulas di dunia maya. Tinggal ketik beberapa tombol di keyboard, dalam sekian detik akan tersaji jutaan informasi ataupun berita tentang aktifitas mereka. Mulai dari sejarahnya, pelakunya, modusnya, korban-korbannya, banyaklah. Masalahnya adalah: keinginan membaca yang rendah – dan kemampuan membaca yang rendah pula.

Email dari scammer yang mengatakan membutuhkan au pair sempat saya balas sekali. Selanjutnya tidak lagi. Karena mereka menjanjikan hal-hal yang muluk, yang mungkin bisa membuat saya tergoda, tapi buntutnya saya pasti akan patah hati. Lebih baik saya abaikan.

Setelah sekitar lima bulan menunggu, akhirnya kontrak dan LMO saya dapatkan. Setelah itu bergeraklah saya untuk megajukan permohonan membuat visa. Gampang-gampang susah. Yang sebenarnya gampang jadi susah adalah ketika harus membuat bank draft untuk biaya pembuatan visa.

Jumlah yang ditentukan adalah $150 CAD atau sekitar 1,3 juta rupiah. Uang tersebut telah saya persiapkan. Dan bank HSBC di WTC Sudirman sudah jadi target saya. Kendala kecil saya hadapi: saya tidak bisa membuat tanda tangan yang sama dengan yang ada di KTP saya. Bagaimana bisa? Oh, bisa saja. Salah satu alasannya adalah karena tanda tangan saya yang njelimet. Bikin pusing. Tidak indah. Entah dari mana saya mendapat ide membuat tanda tangan seperti itu ketika pertama kali membuat KTP, yang pasti, saya akan terkekang dengan tanda tangan yang membingungkan yang sama seumur hidup saya. Ribet.

Ternyata banyak hal kecil yang berpotensi menjadi besar, apalagi dengan keinginan membaca dan kemampuan membaca yang rendah.

Satu lagi. Ini pengalaman kecil yang menyebalkan. Penyebabnya sama. Kemampuan membaca yang perlu dikatrol.

Ketika transit di bandara Toronto selama dua jam, semua penumpang yang tidak berpaspor Kanada harus melalui imigrasi. Disana diberikan kertas yang berisi beberapa pertanyaan. Karena kondisi lelah setelah belasan jam terbang, ada satu pertanyaan yang salah contreng. Tentang jumlah uang yang saya bawa, apakah saya membawa $10.000 CAD. Saya contreng: YES. Akibatnya? Urusan yang seharusnya cuma dua tiga menit, jadi lima menit yang menyiksa. Karena tatapan ga suka dari pertugas disana ketika saya katakan, “mischecked.”

Cheers
Membaca!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar