Minggu, 29 Juli 2012

Kurindu Suara Itu

Sebuah artikel menarik saya baca baru-baru ini, yaitu tentang Ramadhan. Sebagai orang yang terlahir dari keluarga Muslim, saya, dan mungkin banyak juga yang lain cenderung untuk take it for granted ajaran yang ada, tanpa mau bersusah payah mencari alasan dan manfaat dibalik semua itu. Contoh kecil, berhubung bulan ini bulan suci Ramadhan, beberapa tahun lalu saya puasa ya karena itu salah satu dari lima Rukun Islam, selain mengucap dua kalimat Syahadat, sholat lima waktu, melaksanakan zakat dan pergi haji bagi yang mampu.

Nyatanya hikmah di balik puasa itu banyak dan sudah dibuktikan dengan kajian ilmiah dari peneliti Muslim maupun non Muslim. Salah satunya adalah kajian dari Dr Oz. Tahu Dr. Oz kan? Itu tuh, si dokter ahli bedah jantung yang caem dan pandai yang suka muncul di Oprah Show yang juga merupakan salah satu dari 500 tokoh muslim yang menginspirasi dunia.

Dr. Mehmet Cengis Oz menyampaikan bahwa puasa adalah salah satu bentuk diet sehat. Puasa, menurutnya, adalah salah satu bentuk detoksifikasi racun-racun yang ada di tubuh. Puasa juga salah satu bentuk detoksifikasi paling alami dan natural yang dapat dilakukan, daripada melakukan diet tertentu. Menurutnya, puasa dapat mengkondisikan tubuh untuk mengeluarkan racun, karena sebenarnya tubuh manusia telah memiliki sistem detoksifikasi secara alami. Dengan pola makan teratur di bulan puasa, tubuh kita dapat terkondisikan untuk melakukan detoksifikasi secara alami. Organ-organ metabolisme detoks, yakni hati, usus besar dan ginjal secara sistematis mengolah dan memilah makanan beserta racun yang mungkin terkandung di dalamnya. Puasa akan mengoptimalkan kerja organ metabolisme detoks tersebut sehingga hasil detoksifikasinya lebih lancar dan natural.

Itu salah satu dari banyak kajian, banyak pula yang lain, dari segi psikologis, stamina, dan lain-lain (bisa dibaca tentang pesepak bola dunia yang tetap berpuasa selama Ramadhan, didapatkan kondisi psikologis mereka lebih bagus). Nah, karena hal-hal yang masuk akal itulah yang memacu semangat menyambut Ramadhan, dan bukan lagi menganggap Ramadhan adalah gerbang untuk angpao saat lebaran, bukan pula pakaian baru, atau sekedar gaji dobel karena THR. Hal-hal kecil tersebut tidak sebanding dengan makna bulan suci ini. Apalagi disebutkan bahwa ”Penghulu segala bulan ialah bulan Ramadhan dan penghulu hari adalah hari Jumat.” (HR. Al-Bazzar). Penjelasan dari hadist tersebut, seperti termuat di Republika Online: Sunnatullah yang berjalan di alam ini menetapkan bahwa diantara segala sesuatu, ada sesuatu yang diunggulkan karena keistimewaan dan kelebihan yang dimilikinya. Diantara rumah misalnya, ada rumah yang unggul, yaitu Ka'bah sebagai Baitullah 'rumah Allah'. Di kalangan manusia juga ada manusia yang unggul, yaitu Rasulullah SAW. Diantara air, air zamzam adalah air unggulan. Di antara hari ada hari istimewa, yaitu hari Jumat. Dan, diantara dua belas bulan ada bulan unggulan, dialah bulan Ramadhan. No doubt.

Ketika pertama kali menginstal software adzan dari Islamic Finder, saya langsung melotot tak percaya melihat waktu subuh dengan magrib yang berjarak kurang lebih 17 jam. Saya bandingkan dengan di Jakarta yang sekitar 13 atau 14 jam. Saya pikir, “haduh, berat banget ya kalau pas puasa?” jadilah saya berulang kali menghitung ulang, saya pikir mungkin jadwalnya salah, belakangan saya sadar, bahwa sayalah yang tukang nawar.

Seperti tahun sebelumnya, Ramadhan disambut dengan semangat, walaupun orang lain melihat saya datar-datar saja, tapi sebenarnya saya suka senyum-senyum sendiri ketika mendekati Ramadhan, Tanya Kenapa? Saya tidak tahu. Begitupun ketika disini, walaupun mencoba ‘menjajah’ perasaan excited tersebut dengan berulang kali mengucap, “17 jam bo! 17 jam!” tetap saja euphoria itu muncul.

Beberapa hari sebelum Ramadhan, keluarga ini menanyakan apakah saya akan berpuasa. Saya katakan, “insha Allah.” Saya tanyakan apakah mereka berpuasa, mereka katakan, mereka memilih membayar fidyah, karena lamanya waktu puasa dan ancaman dehidrasi menakutkan mereka. Saya mengangguk-angguk saja. Bukan mengiyakan, tapi sekedar menghormati pendapat mereka.

Sesuai jadwal puasa dari toko yang menjual makanan halal yang saya dapatkan, awal puasa di kota ini tanggal 20 Juli. Saya ikut. Sehari sebelumnya sudah mempersiapkan diri dengan gelas yang menampung 900 cc demi menghindari ‘dehidrasi’, mie instan kalau malas sahur terlalu lama, dan printilan lain yang kalau dilihat-lihat ‘sangat tidak penting dan ngawur’, seperti potato chip dan coklat chip.

Bangun sahur pukul 03.00 pagi, imsak pukul 03.39. Otomatis saya hanya punya waktu 39 menit. Mie instan ala Jepang produksi US jadi pembuka. Cukup masukkan air dan taruh di microwave selama 4 menit, begitu petunjuknya. Saya ikut. Karbohidrat tersedia, protein siap, vitamin dari sayur dan buah dan vitamin sintetik jadi pelengkap. Sahur ngebut. Kebiasaan yang memperlambat waktu makan sulit dihilangakan. Jadilah selama sahur mepet itu, tetap mata saya membaca. Apa saja. Kebetulan saat itu saya menyimpan selebaran yang dibagikan di lingkungan ini. Selebaran dari supermarket-supermarket. Selebaran paling atas saya lihat dan saya baca. Terdapat gambar berbagai macam biscuit dengan bentuk tulang yang terlihat sangat anggun berada digigitan seekor anjing. Selebaran dari supermarket yang menjual makanan binatang peliharaan.

Mie habis lima menit sebelum imsak, menurut jam dalam ponsel yang saya lirik sekilas. Jadilah buah sebagai hidangan terakhir saya lahap dengan cepat. Dalam hati saya bertanya, sepertinya ada yang hilang. Saya tertegun sejenak. Saya menyadari segera bahwa suara-suara bacaan ayat suci dan suara merbot yang mengingatkan bahwa imsak sebentar lagi dari TOA mussala yang bersahut-sahutan tidak ada. Sepi dan dingin pada sahur pertama dan pasti sepanjang Ramadhan ini. Saya rindu suara itu.

Selamat berpuasa...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar