Sebuah artikel menarik saya baca baru-baru ini, yaitu tentang Ramadhan.
Sebagai orang yang terlahir dari keluarga Muslim, saya, dan mungkin
banyak juga yang lain cenderung untuk take it for granted ajaran yang
ada, tanpa mau bersusah payah mencari alasan dan manfaat dibalik semua
itu. Contoh kecil, berhubung bulan ini bulan suci Ramadhan, beberapa
tahun lalu saya puasa ya karena itu
salah satu dari lima Rukun Islam, selain mengucap dua kalimat Syahadat,
sholat lima waktu, melaksanakan zakat dan pergi haji bagi yang mampu.
Nyatanya hikmah di balik puasa itu banyak dan sudah dibuktikan dengan
kajian ilmiah dari peneliti Muslim maupun non Muslim. Salah satunya
adalah kajian dari Dr Oz. Tahu Dr. Oz kan? Itu tuh, si dokter ahli bedah
jantung yang caem dan pandai yang suka muncul di Oprah Show yang juga
merupakan salah satu dari 500 tokoh muslim yang menginspirasi dunia.
Dr. Mehmet Cengis Oz menyampaikan bahwa puasa adalah salah satu bentuk
diet sehat. Puasa, menurutnya, adalah salah satu bentuk detoksifikasi
racun-racun yang ada di tubuh. Puasa juga salah satu bentuk
detoksifikasi paling alami dan natural yang dapat dilakukan, daripada
melakukan diet tertentu. Menurutnya, puasa dapat mengkondisikan tubuh
untuk mengeluarkan racun, karena sebenarnya tubuh manusia telah memiliki
sistem detoksifikasi secara alami. Dengan pola makan teratur di bulan
puasa, tubuh kita dapat terkondisikan untuk melakukan detoksifikasi
secara alami. Organ-organ metabolisme detoks, yakni hati, usus besar dan
ginjal secara sistematis mengolah dan memilah makanan beserta racun
yang mungkin terkandung di dalamnya. Puasa akan mengoptimalkan kerja
organ metabolisme detoks tersebut sehingga hasil detoksifikasinya lebih
lancar dan natural.
Itu salah satu dari banyak kajian, banyak
pula yang lain, dari segi psikologis, stamina, dan lain-lain (bisa
dibaca tentang pesepak bola dunia yang tetap berpuasa selama Ramadhan,
didapatkan kondisi psikologis mereka lebih bagus). Nah, karena hal-hal
yang masuk akal itulah yang memacu semangat menyambut Ramadhan, dan
bukan lagi menganggap Ramadhan adalah gerbang untuk angpao saat lebaran,
bukan pula pakaian baru, atau sekedar gaji dobel karena THR. Hal-hal
kecil tersebut tidak sebanding dengan makna bulan suci ini. Apalagi
disebutkan bahwa ”Penghulu segala bulan ialah bulan Ramadhan dan
penghulu hari adalah hari Jumat.” (HR. Al-Bazzar). Penjelasan dari
hadist tersebut, seperti termuat di Republika Online: Sunnatullah yang
berjalan di alam ini menetapkan bahwa diantara segala sesuatu, ada
sesuatu yang diunggulkan karena keistimewaan dan kelebihan yang
dimilikinya. Diantara rumah misalnya, ada rumah yang unggul, yaitu
Ka'bah sebagai Baitullah 'rumah Allah'. Di kalangan manusia juga ada
manusia yang unggul, yaitu Rasulullah SAW. Diantara air, air zamzam
adalah air unggulan. Di antara hari ada hari istimewa, yaitu hari Jumat.
Dan, diantara dua belas bulan ada bulan unggulan, dialah bulan
Ramadhan. No doubt.
Ketika pertama kali menginstal software
adzan dari Islamic Finder, saya langsung melotot tak percaya melihat
waktu subuh dengan magrib yang berjarak kurang lebih 17 jam. Saya
bandingkan dengan di Jakarta yang sekitar 13 atau 14 jam. Saya pikir,
“haduh, berat banget ya kalau pas puasa?” jadilah saya berulang kali
menghitung ulang, saya pikir mungkin jadwalnya salah, belakangan saya
sadar, bahwa sayalah yang tukang nawar.
Seperti tahun
sebelumnya, Ramadhan disambut dengan semangat, walaupun orang lain
melihat saya datar-datar saja, tapi sebenarnya saya suka senyum-senyum
sendiri ketika mendekati Ramadhan, Tanya Kenapa? Saya tidak tahu.
Begitupun ketika disini, walaupun mencoba ‘menjajah’ perasaan excited
tersebut dengan berulang kali mengucap, “17 jam bo! 17 jam!” tetap saja
euphoria itu muncul.
Beberapa hari sebelum Ramadhan, keluarga
ini menanyakan apakah saya akan berpuasa. Saya katakan, “insha Allah.”
Saya tanyakan apakah mereka berpuasa, mereka katakan, mereka memilih
membayar fidyah, karena lamanya waktu puasa dan ancaman dehidrasi
menakutkan mereka. Saya mengangguk-angguk saja. Bukan mengiyakan, tapi
sekedar menghormati pendapat mereka.
Sesuai jadwal puasa dari
toko yang menjual makanan halal yang saya dapatkan, awal puasa di kota
ini tanggal 20 Juli. Saya ikut. Sehari sebelumnya sudah mempersiapkan
diri dengan gelas yang menampung 900 cc demi menghindari ‘dehidrasi’,
mie instan kalau malas sahur terlalu lama, dan printilan lain yang kalau
dilihat-lihat ‘sangat tidak penting dan ngawur’, seperti potato chip
dan coklat chip.
Bangun sahur pukul 03.00 pagi, imsak pukul
03.39. Otomatis saya hanya punya waktu 39 menit. Mie instan ala Jepang
produksi US jadi pembuka. Cukup masukkan air dan taruh di microwave
selama 4 menit, begitu petunjuknya. Saya ikut. Karbohidrat tersedia,
protein siap, vitamin dari sayur dan buah dan vitamin sintetik jadi
pelengkap. Sahur ngebut. Kebiasaan yang memperlambat waktu makan sulit
dihilangakan. Jadilah selama sahur mepet itu, tetap mata saya membaca.
Apa saja. Kebetulan saat itu saya menyimpan selebaran yang dibagikan di
lingkungan ini. Selebaran dari supermarket-supermarket. Selebaran paling
atas saya lihat dan saya baca. Terdapat gambar berbagai macam biscuit
dengan bentuk tulang yang terlihat sangat anggun berada digigitan seekor
anjing. Selebaran dari supermarket yang menjual makanan binatang
peliharaan.
Mie habis lima menit sebelum imsak,
menurut jam dalam ponsel yang saya lirik sekilas. Jadilah buah sebagai
hidangan terakhir saya lahap dengan cepat. Dalam hati saya bertanya,
sepertinya ada yang hilang. Saya tertegun sejenak. Saya menyadari segera
bahwa suara-suara bacaan ayat suci dan suara merbot yang mengingatkan
bahwa imsak sebentar lagi dari TOA mussala yang bersahut-sahutan tidak
ada. Sepi dan dingin pada sahur pertama dan pasti sepanjang Ramadhan
ini. Saya rindu suara itu.
Selamat berpuasa...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar