Minggu, 29 Juli 2012

Langkah Pertama

Dulu waktu masih kuliah di Jatinegara saya selalu naik kereta api dari stasiun Tanjung Barat sampai stasiun Tebet. Di Tebet saya lanjut sebentar naik angkot. Biasanya saya jalan dari rumah jam 08.30 pagi, kejar kereta jam 08.45 pagi. Kadang bisa dapet kereta tepat waktu, seringnya kelewatan atau keretanya telat. Alhasil saya terlambat sampai kampus. Waktu belajar selalu sama: pukul 09.00 WIB.

Beker sudah di setel pada waktu yang sama tiap harinya. Tapi biasanya saya mematikan beker segera setelah deringan pertama. Lanjut tidur lima menit ke depan. Tambahan lima menit membuat saya kocar-kacir. Selalu.

Tiap hal yang terjadi pasti ada hikmahnya, kata orang bijak, kadang saya setuju, kadang tidak. Nah, pengalaman terlambat saya suatu hari menuntun saya pada sebuah kejadian yang mematik - sebenarnya "memaksa" - saya untuk mengubah pola pikir saya dalam belajar bahasa asing yang sedang saya pelajari.

Dulu saya berpikir bahwa saya akan pandai berbahasa Inggris dengan cara rajin masuk kuliah, duduk dengan manis, mencatat yang perlu, mengerjakan tugas. Titik. Saya dulu berpikir bahwa tempat kuliah ini seperti ATM: Kita memasukkan uang - dalam hal ini membayar kuliah - lalu kita melakukan hal pasif seperti itu, dan saya bisa lancar berbahasa Inggris. Tipikal manusia yang ingin serba instan. Saya totally salah. Pola pikir yang benar-benar salah.

Nah kembali kepengalaman terlambat.

Kemalasan saya untuk bangun pagi sukar berubah meski pada saat ujian. Bisa dibayangkan kesalnya teman-teman yang konsentrasinya buyar karena ketukan pintu ketika saya meminta izin untuk masuk ruangan. Saya tidak peduli. Tapi seorang dosen peduli. Sangat.

Saya tidak diperbolehkan masuk, tapi saya tetap diijinkan untuk mengikuti ujian, tapi pada hari minggu, karena pada hari itu sang dosen sedang ada kegiatan yang harus diikuti. Minggu jam 09.00 WIB. Saya manut. Hari minggu, jam sembilan kurang, saya sudah duduk manis menunggu dosen. Yang ditunggu super ngaret. Jam 10.00 WIB baru datang. Tapi toh tak apa, kan dua pasal di kampus berlaku.

Oi, tapi justru karena itu saya beruntung.

Ceritanya, setiap minggu di kampus saya ada English Club, namanya NRC alias Newspaper Reading Club. Dari namanya sudah terbaca bahwa club ini membahas berita terkini dalam bahasa Inggris.

Sang ketua club, selanjutnya saya tahu bernama Ibnu, mendekati saya yang sedang bengong. Sedikit berbasa-basi, lalu dia memperkenalkan clubnya. saya tertarik. Saya katakan, setelah ujian saya akan bergabung di club tersebut. Janji saya tepati.

Selesai ujian, saya bergabung di lantai dua, tempat NRC diadakan. Pesertanya lumayan banyak. Oh iya, hampir lupa. Ketika saya sedang menunggu dosen, ada seorang laki-laki berbadan tinggi tegap, putih, dengan rambut panjang awut-awutan memasuki kampus. Saya berkata dalam hati, "preman dari mana tuh? Semogaaaa ga pernah kenal preman ini."

Nah, balik ke NRC.
Ketika saya membuka pintu, Ibnu mempersilakan saya untuk duduk karena topik akan segera dibahas oleh seorang leader yang ditunjuk bergantian tiap minggunya. Pada saat itu topiknya adalah tentang Tourism dan pembicaranya adalah Harry. Saya tidak tahu seorang pun kecuali Ibnu. Tapi ketika Ibnu mempersilakan Harry untuk memulai penjelasan, barulah saya tahu bahwa Harry adalah orang yang saya pikir "preman" tadi.

Gaya dia menjelaskan tentang Tourism di Indonesia sangat bagus, apalagi dengan aksen yang jauh dari aksen Indonesia. Saya langsung minder. Untungnya lingkungan club itu sangat mendukung mereka yang memang tertarik belajar Bahasa Inggris.

Sebenarnya saya hanya beberapa kali bergabung dalam club itu, jujur, saya kewalahan. Apalagi kebanyakan orang yang ikut adalah mereka yang Bahasa Inggrisnya lancar dan bagus secara pengucapan dan grammarnya. Belakangan saya tahu bahwa club Bahasa Inggris tiap hari minggu bukan cuma NRC, tapi juga ada SMC atau Sunday Meeting Club, club ini banyak diisi oleh mereka yang baru belajar berbicara Bahasa Inggris seperti saya. Selanjutnya, saya lompat dari NRC ke SMC. Saya bergabung di SMC cukup lama, hampir dua tahun. Beberapa bulan pertama saya cukup aktif, karena saya aktif datang, dan memaksa diri untuk aktif ngomong, akhirnya saya diminta untuk menjadi salah satu dari komite yang baru.

Saya setuju. Saat itu ketuanya adalah Dani, sekertarisnya saya sendiri, anggota lain ada Andra, dan yang lain. Saya lupa. Yang pasti ada lima orang termasuk saya.

Pengalaman di SMC, kadang NRC, kadang VDC (saya lupa ini singkatan dari apa, tapi yang pasti, ini juga English Club tapi diadakan setiap Sabtu).

Bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar